Joko Sulistyo Hidupi Diri Dengan Phirography
Pandemi Covid-19 telah mengubah arah jalan yang ditempuh seorang Joko Sulistyo. Semula sebagai karyawan bank swasta, kini dia beralih ke dunia Seni Phirography yang sebenarnya dia tidak memiliki bakat tentang Seni Phirography atau seni membakar. Dengan tekad dan semangat yang kuat, Joko Sulistyo bertahan hidup dengan Seni Phirography dengan label JoArt.
“Saya tidak punya bakat seni sebenarnya, tapi kata pepatah bijak bakat itu hanya satu persen dan yang 99 persen adalah kemauan, tekad dan semangat membaja untuk mewujudkannya. Makanya saya berani terjun ke dunia seni hingga sekarang,” kata JoArt saat berbincang dengan penulis di area Pekan Ekonomi Kreatif di lapangan Kantor Pemerintahan Terpadu (KPT), Brebes beberapa waktu lalu.
JoArt menceritakan, kalau dirinya tumbang dari pekerjaannya sebagai karyawan bank swasta dan resign pada 2020 akibat tidak kuat menghadapi serangan Covid-19. Selama lockdown, JoArt belajar ke pengrajin Phirography di Desa Pernasidi, Kec Cilongok, Banyumas.
Dengan bekal ketrampilan yang telah dimiliki, akhirnya JoArt melengkapi diri dengan membeli peralatan pertukangan, agar bisa menghasilkan karya Phirography. Lelaki kelahiran Tegal 24 Juni 1986 ini pun terus memproduksi berbagai karya Phirography di Dukuh Balsiah, Desa Malahayu, Kec Banjarharjo, Brebes. Ratusan karyanya dipajang di rumahnya di Perumahan Cigedok Indah, Kec Kersana dan di Malahayu.
Untuk bahan baku, JoArt memanfaatkan Kayu limbah mebel Jati yang mudah didapatkan di daerah Malahayu. Selain Jati, juga kayu pinus sebagai bahan bakunya.
Atas suport istri dan 3 anaknya, dia tengah memproduksi karya Centong Penglaris sebagai simbol doa, yang membuat laris dan berkah. Home decore Centong Penglaris ini dikemas dengan filosofib ukan klenik.
“Dengan kandungan nilai filosofis maka hasil karya Phirography ini akan bernilai lebih di mata penikmat seni. Kalau harga biasanya Rp15-30 ribu, maka harga jualnya bisa mencapai ratusan ribu rupiah,” ungkap JoArt.
Dari karya yang dihasilkan, JoArt menjualnya lewat offline dan online. Untuk penjualan offline banyak yang membeli ketika berlangsung pameran atau bazar maupun datang ke rumah produksi di Desa Malahayu. Mereka yang membeli di rumah produksi baru sekitar dari Brebes, tegal, Slawi dan Kuningan. Sedangkan kalau penjualan online sudah menembus Australia, Belanda, dan Prancis lewat aplikasi Shopee.
“Orang luar negeri senangnya gambar hewan seperti kucing dan anjing,” kata JoArt.
Sebagai pekerja seni, JoArt berharap ada perhatian khusus dari pemerintah untuk pengembangan berikutnya. Agar kedepannya bisa ada gallery khusus dan terbentuknya komunitas sejenis dengan support dari pemerintah.
“Saya selalu mengikuti bazar yang digelar pihak pemerintah daerah di dalam daerah maupun ke luar daerah, dan Alhamdulillah menambah semangat saya untuk terus berkarya,” pungkas JoArt yang tergabung dalam UMKM Klubanostic. (Wasdiun)
Leave a Comment